Judul : Ajaran Sufisme Dari Sang Pujangga Jawa - Berita Unik dan Aneh
link : Ajaran Sufisme Dari Sang Pujangga Jawa - Berita Unik dan Aneh
Ajaran Sufisme Dari Sang Pujangga Jawa - Berita Unik dan Aneh
Ajaran Sufisme Dari Sang Pujangga JawaAkuIslam.ID - "Begitulah langkah sebaiknya. Sejak muda memusatkan pada laku. Mengurangi makan dan tidur. Mengekang hawa nafsu. Hidup dengan rendah hati." (Serat Panitisastra karya Ranggawarsita).Ranggawarsita |
Bagi para pecinta kesusastraan Jawa tentu tak asing dengan nama yang satu ini: Ranggawarsita. Ya, nama ini begitu masyhur dalam literatur Jawa. Empu yang punya nama merupakan tokoh pujangga sekaligus tokoh sufisme. Karya-karyanya dibalut dengan pesan-pesan sufistik. Karya-karyanya bahkan menjadi kajian penting bagi para peneliti kesusastraan Jawa di Negeri Belanda.
Dari karya-karya Ranggawarsita yang ada, dapat dikatakan bahwa secara umum ajarannya meliputi dua hal, yakni hubungan manusia dengan sesamanya (etika) dan hubungan manusia dengan Tuhan. Konsep etika itu sendiri terdiri atas adhap asor (rendah hati), wani ngalah dhuwur wekasane (berani mengalah mulia pada akhirnya), tumungkul lamun dipundakani (patuh sewaktu dinasihati), bapang densing kiri (rintangan dijauhi), dan ana catur munkur (menghindari ucapan yang tidak baik).
Semua itu diperlukan untuk melihat kondisi sosial yang harmonis dalam semangat kebersamaan yang dilandasi oleh budi luhur atau dalam istilah Jawa utamaning ngaurip (keutamaan hidup) untuk mencapai manunggaling kawula-Gusti (bertemu dan bersatunya manusia dengan Tuhan).
Dalam etika Jawa terdapat norma hidup yang disebut ala (buruk) dan becik (baik), asor (rendah) dan luhur (mulia) serta perilaku yang tergolong nistha, madya, lan utama (buruk, sedang, dan mulia). Selain itu, masyarakat Jawa selalu diharapkan berorientasi pada sesuatu yang baik atau luhur agar manusia mampu mencapai derajat luhuring budi (budi luhur).
Orang yang bersikap rendah hati dan tidak congkak akan menjadikan dirinya sosok pribadi yang memiliki watak tepa slira. Orang yang memiliki watak ini akan selalu peduli pada sesama, berpegang pada norma aja dumeh (jangan sok) dan tidak memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan pribadi, yang dalam etika Jawa disebut sebagai aji mumpung.
Untuk mencapat derajat luhuring budi, manusia harus dapat mengendalikan dorongan nafsu dan menghindarkan diri dari perbuatan ala, asor dan nistha (buruk, rendag dan jahat), dan setidaknya berorientasi pada perilaku madya (sedang) dan utama. Karena itu manusia, menurut Ranggawarsita, harus berupaya agar tetap eling lan waspada. Untuk bersikap eling lan waspada, manusia melakukan laku prihatin, yaitu upaya menempa diri dengan mengurangi kenikmatan hidup lahiriah.
Kalau manusia berhasil melakukan pengendalian diri dengan tetap eling lan waspada, maka dalam dirinya akan tumbuh sikap hidup yang selalu memperlakukan orang lain secara manusiawi, sehingga muncul keinginan untuk melegakan orang lain, seperti yang disebutkan dalam Serat Tripama, yakni mamangun karyenak tyasing sasama (mengupayakan kebahagiaan hati sesama).
PUJANGGA 'PENUTUP'
Ranggawarsita lahir pada 15 Maret 1802, Waktu kecil, namanya Bagus Burham. Ranggawarsita berasal dari keluarga Yasadipuran, keturunan pujangga dan dididik oleh kakeknya, Yasadipura II. Para penyusun silsilahnya menceritakan bahwa leluhur Ranggawarsita masih keturunan Raja Majapahit.
Setelah kakeknya wafat, Bagus Burham kemudian masuk pesantren Tegalsari di Ponorogo Jawa Timur. Pesantren ini diasuh oleh Kyai Kasan Besari, seorang priyayi Jawa dan menantu Paku Buwana IV. Sesudah selesai belajar di pesantren Tegalsari, Bagus Burham pergi mengembara dalam usaha memperluas ilmunya dan mendiskusikan kepandaiannya di berbagai tempat dengan beberapa guru yang kenamaan. Dalam pengembaraannya Bagus Burham sampai menyeberang Pulau Bali.
Setelah kembali dari pengembaraan ia pulang ke Surakarta dan bekerja sebagai juru tulis di kantor Kadipaten-anom. Tetapi ia kemudian meninggalkan pekerjaannya untuk pergi mengembara lagi.
Setelah pengembaraan yang terakhir Bagus Burham kembali ke Surakarta, kemudian pada tahun 1845 ia diangkat menjadi Kliwon kadipaten Anom dan dinobatkan menjadi pujangga istana Surakarta oleh Paku Buwana VII.
Adapun jenjang jabatan yang pernah dicapai oleh Bagus Burham adalah menjadi carik (juru tulis) Kadipaten Anom dengan gelar Masa Rangga Pajanganom tahun 1819. Lalu dinaikan menjadi mantri carik dengan gelar Mas Ngabehi Sarataka tahun 1822. Kemudian menggantikan jabatan ayahnya (Ranggawarsita II) sebagai kilwon carik dengan gelar Raden Ngabehi Ranggawarsita pada tahun 1830.
Selama hidupnya Bagus Burham mengalami lima kali pergantian raja di Surakarta. Setiap pergantian raja menimbulkan pengaruh terhadap kedudukan pejabat-pejabat istana, karena pergantian raja berarti perubahan sikap politik dalam hubungan dengan pemerintahan Belanda dan pejabat istana.
Ranggawarsita menyaksikan kesemrawutan dan tindakan-tindakan korupsi yang melanda kehidupan istana serta masyarakat banyak. Kehidupan istana morat-marit dan sangat memprihatinkan. Rakyat tertindas oleh kekejaman penjajah Belanda dan orang-orang yang mengambil kesempatan turut menindas bangsanya sendiri.
Mereka tidak segan-segan ikut menekan bangsanya sendiri untuk kepentingan pribadi. Sang pujangga sebagai penyambung lidah rakyat merasa bimbang untuk mengutarakan isi hatinya, karena dirinya juga tidak luput dari tekanan.
Dalam kehidupan sehari-hari Ranggawarsita terpaksa menyesuaikan diri, bergaul dan berkawan dengan tokoh-tokoh pemerintah dan sarjana Belanda, tetapi cetusan batinnya tidak menyukai tindak-tanduk pemerintah kolonial Belanda. Ranggawarsita menamai zaman yang dialaminya itu sebagai zaman edan.
Menurut Ranggawarsita, zaman edan akan diikuti oleh zaman keemasan, yakni suatu zaman yang disebut kalasuba, Zaman keemasan diramalkan akan bermula pada tahun wiku (7) sapta (7) ngesthi (8) ratu (1). Dibaca dari belakang menjadi 1877 Jawa atau 1946 Masehi.
Dengan ramalan itu Ranggawarsita menjadi pujangga yang amat dikagumi masyarakat luas. Karena ramalan seperti itu merupakan hiburan yang menimbulkan harapan indah bagi masyarakat Jawa yang telah lama mengalami penderitaan dan kemelaratan.
Ranggawarsita akhirnya wafat pada tahun 1873 dan dimakamkan di Palar Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten Jawa Tengah, sejajar dengan makam keluarga ibunya. Makam itu pada saat ini menjadi tempat ziarah orang-orang yang mengkeramatkan Sang Pujangga. Penghargaan terhadap Ranggawarsita datang dari para pecinta kepustakaan Jawa. Penghargaan ini demikian besar, sehingga Ranggawarsita dipandang sebagai pujangga penutup.
Menurut GWJ Drewes, sudah sejak masa hidupnya Ranggawarsita dipandang sebagai pujangga penutup. Kata 'penutup' di sini mengandung konotasi yang sama dengan 'akhir' Dengan kata lain, setelah Ranggawarsita wafat, tidak diperlukan lagi tugas kepujanggan. Karena, tugas kepujanggan telah diselesaikan seluruhnya oleh Ranggawarsita.
from Aku Islam I Berbagi Kebaikan Untuk Sesama https://ift.tt/2LmEL8k
Sumber KLIK Di Sini atau http://www.akuislam.id/
from Berita Unik dan Aneh https://ift.tt/2IIen7l
Demikianlah Artikel Ajaran Sufisme Dari Sang Pujangga Jawa - Berita Unik dan Aneh
Sekianlah artikel Ajaran Sufisme Dari Sang Pujangga Jawa - Berita Unik dan Aneh kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan artikel ini.